Inilah
dia ulama yang haq, ulama pewaris Nabi. Yakni ulama yang benar-benar beramal
dengan Al Quran dan Sunnah. Disebut juga ulama al 'amilin. Umumnya mereka ini
banyak di zaman salafussoleh. Karana itu kita sebutkan mereka ulama
salafussoleh. Yang mana selepas generasi mereka, cukup sulit untuk dapatkan
ulama yang haq ini. Ada juga tetapi tidak banyak. Boleh dihitung dengan jari.
Mereka juga dinamakan 'ulama Akhirat' (karena mereka dapat menggunakan
kesempatan dunia untuk Akhirat). Sekaligus dunia tidak dapat menipu mereka. Di
Akhirat mereka akan jadi orang yang menang yakni jadi orang besar dan orang
kaya Akhirat, insya-ALLAH.
Merekalah yang mengambil tugas nabi-nabi di zaman tidak ada nabi. Mereka
bagaikan obor di zamannya. Pribadi mereka adalah bayangan pribadi Rasulullah
SAW. Berikut ciri-cirinya :
- Istiqomah aqidah, ibadah, akhlak dan dakwahnya, takutnya hanya
pada Allah (QS Al Anbiya 28)
- Senangnya berjamaah ke masjid, lembut tutur katanya, bicaranya
hikmah yang mengajak hijrah menuju Allah, tegas menyampaikan Haq, tampak
sekali kerendahan hatinya, wajahnya murah senyum bercahaya,
- Ikhlasnya mengajar tanpa minta upah apalagi bertarif, “Ikutilah
mereka yang berdakwah yang tidak minta upah, merekalah hamba-hamba Allah
yang mendapat hidayah Allah”(QS Yasin 21) menerima upah dari
berdakwah juga tidak apa-apa asalkan tidak meminta-minta bayaran (pasang
tarif). Rasulullah bersabda : Dari Ibnu as Sa’idy al Maliki, bahwasanya
ia berkata: “Umar bin Khattab ra mempekerjakanku untuk mengumpulkan
sedekah. Tatkala selesai dan telah aku serahkan kepadanya, ia
memerintahkan aku untuk mengambil upah.” Lalu aku berkata: ”Aku bekerja
hanya karena Allah, dan imbalanku dari Allah.” Lalu ia berkata: “Ambillah
yang telah aku berikan kepadamu. Sesungguhnya aku bekerja di masa
Rasulullah saw dan mengatakan seperti apa yang engkau katakan.” Lalu
Rasulullah saw bersabda kepadaku: “Jika aku memberikan sesuatu yang tidak
engkau pinta, makanlah dan sedekahkanlah.” (HR.
Muslim).
Hadits di atas juga menunjukkan bolehnya menerima upah yang tidak
dimintanya, karena upah ini memang sudah menjadi hak bagi seorang da’i.
- “Tsiqqoh” kuat menjaga janji, “waro’” sangat takut dan
berhati-hati dengan Hukum Allah
- Siang malam memikirkan umatnya, umatnyapun selalu ia sertakan
dalam doanya terutama setiap tahajjudnya dipenghujung malamnya, iapun
sibuk berikhtiar untuk keberkahan keluarga dan dakwahnya, keluarganyapun
sakinah dan uswah hasanah, kuatnya shilaturahm
- Penghormatan pada perbedaan pendapat, memaafkan pada mereka
yang menyakitinya, jauh dari sifat dengki bahkan ia senang untuk selalu
belajar, mengaji dan berguru lagi (QS Ali Imran 79).
- Dakwahnya selalu berisi seruan untuk meraih kehidupan akhirat,
tidak membicarakan bagaimana mendapatkan kesejahteraan dunia, sederhana
dan menjaga jarak dengan penguasa.
- Tidak menganggap majilis yang beliau pimpin paling baik, tidak
menjelek-jelekkan majilis yang dipimpin ulama' lain dan tidak memusuhi
umat Islam yang berbeda pendapat karena mengingat Firman Allah Ta'ala.
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ
"Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah
bersaudara." (QS. Al Hujuraat: 10)